Kutipan Drama It’s Okay to Not Be Okay
Annyeong.. Selamat malam sahabat ceukaku..
Malam kali ini mimin mau ngepost lanjutan Kutipan Drama It’s Okay to Not Be Okay Nihh.. langsung saja yahh.. ini dia kutipannya, selamat membaca, jangan lupa tinggalkan komennya,, gomawo..
Episode 03
“Apa
kau tahu The Red Shoes karya Hans Christian Andersen? Sekali memakai sepatu itu, kakinya mulai bergerak dan menari dengan sendirinya. Dia tak bisa berhenti menari, ataupun melepaskan sepatu itu. Ada
hal yang tidak terpisahkan walaupun
dipisahkan secara paksa. Akhirnya aku menemukan sepatu merahku.”
BAB 3 : PENYIHIR TIDUR
“Aku ingin dirimu. Aku
terus menginginkanmu. Karena kau tampan.”
“Kau pasti
mengerti. Seperti sepatu, baju, tas, dan mobil. Jika
cantik, aku menginginkannya. Jika ingin, harus dimiliki. Entah
dengan dibeli, dicuri, ataupun direbut. Yang
penting jadi milikku.”
“Bagaimana caramu
menjelaskan suatu hubungan hanya dengan satu kata?”
“Tiap pertemuan
yang kami lalui terlampau dramatis dan menyerempet
maut. Tiap bertemu, keduanya selalu menunjukkan sisi
yang tak terduga. Kebetulan seperti itu terus-menerus
terjadi hingga kami seperti sekarang. Apa
sebutan untuk hubungan itu? Terlalu klise untuk
menyebutnya takdir.”
“Mungkin cara
memaksamu berhasil untuk orang lain, tapi tidak
untukku.”
“Kubiarkan untuk
hari ini. Namun, jika kau jual mahal lagi, aku
akan menculikmu!”
“Kastel
yang dikutuk. Itu rumah besar yang dibangun
ayahnya untuk merayakan kelahiran
Mun-yeong. Supaya istrinya bisa fokus
menulis, rumah itu dibangun di dalam
hutan. Rumah itu sempat mendapat
penghargaan karena arsitekturnya yang
megah. Sekarang sudah rusak. Menjadi rumah berhantu.”
“Bagaimana bisa
dijual jika tak ada yang membeli?”
“Jangan memaksanya
untuk makan terus. Tak baik untuk pencernaan.”
“Dahulu
kala di sebuah kastel dalam hutan, hiduplah
seorang putri yang terlelap sekian lama. "Dia akan mati tertusuk jarum
pintal." Di hari sang putri dilahirkan, muncul seorang penyihir dan mengutuk putri tersebut. Raja mencoba menghindari kutukan dengan membakar seluruh jarum pintal di negeri itu, tapi pada akhirnya, sang putri
terlelap akibat tertusuk duri mawar yang diberikan oleh penyihir yang menyamar. Moral yang dipetik dari kisah ini, kau tidak pernah bisa lari dari takdir. Benar. Ciuman dari seorang pangeran bisa menghilangkan kutukan sang putri. Namun, jangan terlalu berharap. Karena aku akan membunuh pangeran itu.”
“Semua masalah
bisa diatasi.”
“Memikirkan
seseorang melihatku membuatku merasa terangsang.”
“Menyumbang bakat
itu baik.”
“Dongeng adalah
fantasi kejam yang menggambarkan kebrutalan dan
kekerasan dunia ini dalam bentuk paradoks.”
“Jika kau tak mau
menderita, bergunjinglah.”
“Dongeng bukan
halusinogen yang menanamkan mimpi, tapi stimulan
yang membuka realitas.”
“Jangan melihat
bintang di langit yang indah. Lihatlah kaki
yang tersangkut di selokan. Setelah kalian menyadari dan
menerima kenyataan itu, kalian akan bahagia.”
“Inilah diriku,
dan itulah dirimu.”
“Aku mengantuk
karena membosankan.”
“Lihatlah matamu.
Penuh dengan hasrat. Itu yang kusuka darimu.”
“Kau angkuh, tapi
dangkal.”
“Kulihat kau murah
senyum dengan pasien. Kenapa dingin sekali
kepadaku?”
“Aku muak dengan
leluconmu. Aku tak punya waktu bermain-main denganmu.”
“Jika mau bermain,
bermainlah. Aku tahu kau mau bermain.”
“Semua orang
munafik. Hidup penuh dengan kebencian, lalu
pura-pura tak benci.”
“Tidak ada manusia
yang sempurna.”
“Aku tak perlu
rumah, mobil, atau uang. Aku hanya memerlukanmu.”
“Kau segalanya
bagiku.”
“Mencari uang itu
sangat sulit.”
“Menghindar adalah
pilihan terbaik.”
“Hanya aku yang
bodoh di keluargaku. Meskipun begitu, itu bukan salahku. Aku
hanya terlahir dengan sedikit kekurangan.”
“Aku dipukul
karena nilaiku buruk. Diabaikan karena tak pandai
belajar. Dikurung karena membuat masalah. Padahal
aku juga anaknya. Tapi dia memperlakukanku seperti tak ada. Aku
hanya butuh perhatian. Aku ingin dia
memperhatikanku.”
Episode 04
BAB 4 : KISAH HIDUP ZOMBI
“Saat dipukul dengan
penuh kasih sayang, kau tidak merasa kesal sedikit pun.”
“Aku akan
menculikmu dan membuatmu menikmati hidup.”
“Saat kau terlihat ingin
melarikan diri, aku akan melarikan diri bersamamu.”
“Aku suka
magnolia. Seluruh kelopaknya gugur sekaligus tanpa
ragu. Itulah yang kusuka.”
“Aku benci musim
semi.”
“Tak masalah
miskin, tapi jangan pelit.”
“Aku melihat kau
ingin dicintai.”
“Aku benci dengar
orang bicara. Aku mau mendengar suaramu. Katakan sesuatu.”
“Janji?. Seperti tisu
bekas membuang ingus. Setelah digunakan harus
dibuang.”
“Jika orang tua
sudah tua dan lemah, anaknya akan menelantarkan. Orang
tua juga suka anak yang membanggakan, jika
bodoh akan dibuang juga.”
“Aku sempat lupa
bahwa kau berbeda dengan orang lain.”
“Aku mencintaimu. Aku
mencintaimu, Gang-tae. Aku benar-benar mencintaimu!”
“Kau berbeda
dengan orang lain. Kau sangat istimewa. Kau adalah karya terbaik yang
pernah kubuat. Kau adalah diriku yang lain. Aku mencintaimu,
putriku.”
“Bagian seru
selain menonton kebakaran adalah menonton keributan.”
“Kau tak
mengerti perasaan yang membuatmu bereaksi seperti
ini. Kau juga tak tahu. Kau tak merasakan
apa pun. Kau hanya bersuara. Seperti tong
kosong.”
“Jangan bertingkah seolah-olah kau tahu atau memahamiku. Jangan berkhayal. Bahkan hingga ajal menjemput, kau tak mengerti.”
“Di
sebuah desa kecil, lahirlah
seorang anak laki-laki. Dia
memiliki kulit pucat dan mata
besar. Saat anak itu bertumbuh besar, sang ibu segera menyadari bahwa anak laki-laki ini tak memiliki perasaan. Dia hanya memiliki nafsu makan, seperti zombi. Sang ibu mengurung anaknya di bawah tanah untuk menghindari penduduk desa. Setiap malam, sang ibu memberinya
makan dengan hewan ternak yang
dicurinya. Hari ini, dia mencuri ayam. Hari esoknya, dia mencuri babi. Dia melakukannya bertahun-tahun. Hingga suatu hari, wabah menyebar membuat semua hewan ternak mati. Banyak orang yang meninggal. Semua orang yang selamat pergi meninggalkan desa itu. Sang ibu tak bisa meninggalkan
anaknya. Demi meredakan rasa lapar
anaknya, sang ibu memberikan salah satu
kakinya, kemudian salah satu tangannya. Setelah kaki dan tangannya, hanya tubuhnya yang tersisa. Sang ibu memeluk anak itu dan memberikan sisa tubuhnya." Dengan kedua tangannya, anak itu memeluk erat tubuh ibunya, dan berbicara untuk pertama kalinya. Ibu. Kau hangat sekali.”
“Menyiksa diri pun
ada batasnya.”
Comments
Post a Comment