Kutipan Drama It’s Okay to Not Be Okay Part. II [Episode 03 & Episode 04]



Kutipan Drama It’s Okay to Not Be Okay 


Annyeong.. Selamat malam sahabat ceukaku.. 

Malam kali ini mimin mau ngepost lanjutan Kutipan Drama It’s Okay to Not Be Okay Nihh.. langsung saja yahh.. ini dia kutipannya, selamat membaca, jangan lupa tinggalkan komennya,, gomawo.. 



Episode 03

 

Apa kau tahu The Red Shoes karya Hans Christian Andersen? Sekali memakai sepatu itu, kakinya mulai bergerak dan menari dengan sendirinya. Dia tak bisa berhenti menari, ataupun melepaskan sepatu itu. Ada hal yang tidak terpisahkan walaupun dipisahkan secara paksa. Akhirnya aku menemukan sepatu merahku.

 

BAB 3 : PENYIHIR TIDUR

 

“Aku ingin dirimu. Aku terus menginginkanmu. Karena kau tampan.

 

Kau pasti mengerti. Seperti sepatu, baju, tas, dan mobil. Jika cantik, aku menginginkannya. Jika ingin, harus dimiliki. Entah dengan dibeli, dicuri, ataupun direbut. Yang penting jadi milikku.

 

Bagaimana caramu menjelaskan suatu hubungan hanya dengan satu kata?

 

Tiap pertemuan yang kami lalui terlampau dramatis dan menyerempet maut. Tiap bertemu, keduanya selalu menunjukkan sisi yang tak terduga. Kebetulan seperti itu terus-menerus terjadi hingga kami seperti sekarang. Apa sebutan untuk hubungan itu? Terlalu klise untuk menyebutnya takdir.

 

Mungkin cara memaksamu berhasil untuk orang lain, tapi tidak untukku.

 

Kubiarkan untuk hari ini. Namun, jika kau jual mahal lagi, aku akan menculikmu!

 

Kastel yang dikutuk. Itu rumah besar yang dibangun ayahnya untuk merayakan kelahiran Mun-yeong. Supaya istrinya bisa fokus menulis, rumah itu dibangun di dalam hutan. Rumah itu sempat mendapat penghargaan karena arsitekturnya yang megah. Sekarang sudah rusak. Menjadi rumah berhantu.

 

Bagaimana bisa dijual jika tak ada yang membeli?

 

Jangan memaksanya untuk makan terus. Tak baik untuk pencernaan.

 

Dahulu kala di sebuah kastel dalam hutan, hiduplah seorang putri yang terlelap sekian lama. "Dia akan mati tertusuk jarum pintal." Di hari sang putri dilahirkan, muncul seorang penyihir dan mengutuk putri tersebut. Raja mencoba menghindari kutukan dengan membakar seluruh jarum pintal di negeri itu, tapi pada akhirnya, sang putri terlelap akibat tertusuk duri mawar yang diberikan oleh penyihir yang menyamar. Moral yang dipetik dari kisah ini, kau tidak pernah bisa lari dari takdir. Benar. Ciuman dari seorang pangeran bisa menghilangkan kutukan sang putri. Namun, jangan terlalu berharap. Karena aku akan membunuh pangeran itu.

 

Semua masalah bisa diatasi.

 

Memikirkan seseorang melihatku membuatku merasa terangsang.

 

Menyumbang bakat itu baik.

 

Dongeng adalah fantasi kejam yang menggambarkan kebrutalan dan kekerasan dunia ini dalam bentuk paradoks.

 

Jika kau tak mau menderita, bergunjinglah.

 

“Dongeng bukan halusinogen yang menanamkan mimpi, tapi stimulan yang membuka realitas.

 

Jangan melihat bintang di langit yang indah. Lihatlah kaki yang tersangkut di selokan. Setelah kalian menyadari dan menerima kenyataan itu, kalian akan bahagia.

 

Inilah diriku, dan itulah dirimu.

 

Aku mengantuk karena membosankan.

 

Lihatlah matamu. Penuh dengan hasrat. Itu yang kusuka darimu.

 

Kau angkuh, tapi dangkal.

 

Kulihat kau murah senyum dengan pasien. Kenapa dingin sekali kepadaku?

 

Aku muak dengan leluconmu. Aku tak punya waktu bermain-main denganmu.

 

Jika mau bermain, bermainlah. Aku tahu kau mau bermain.

 

Semua orang munafik. Hidup penuh dengan kebencian, lalu pura-pura tak benci.

 

Tidak ada manusia yang sempurna.

 

Aku tak perlu rumah, mobil, atau uang. Aku hanya memerlukanmu.

 

Kau segalanya bagiku.

 

Mencari uang itu sangat sulit.

 

Menghindar adalah pilihan terbaik.

 

Hanya aku yang bodoh di keluargaku. Meskipun begitu, itu bukan salahku. Aku hanya terlahir dengan sedikit kekurangan.

 

Aku dipukul karena nilaiku buruk. Diabaikan karena tak pandai belajar. Dikurung karena membuat masalah. Padahal aku juga anaknya. Tapi dia memperlakukanku seperti tak ada. Aku hanya butuh perhatian. Aku ingin dia memperhatikanku.

 

Episode 04

 

BAB 4 : KISAH HIDUP ZOMBI

 

“Saat dipukul dengan penuh kasih sayang, kau tidak merasa kesal sedikit pun.

 

Aku akan menculikmu dan membuatmu menikmati hidup.

 

Saat kau terlihat ingin melarikan diri, aku akan melarikan diri bersamamu.

 

Aku suka magnolia. Seluruh kelopaknya gugur sekaligus tanpa ragu. Itulah yang kusuka.

 

Aku benci musim semi.

 

Tak masalah miskin, tapi jangan pelit.

 

Aku melihat kau ingin dicintai.

 

Aku benci dengar orang bicara. Aku mau mendengar suaramu. Katakan sesuatu.

 

Janji?. Seperti tisu bekas membuang ingus. Setelah digunakan harus dibuang.

 

Jika orang tua sudah tua dan lemah, anaknya akan menelantarkan. Orang tua juga suka anak yang membanggakan, jika bodoh akan dibuang juga.

 

Aku sempat lupa bahwa kau berbeda dengan orang lain.

 

Aku mencintaimu. Aku mencintaimu, Gang-tae. Aku benar-benar mencintaimu!

 

Kau berbeda dengan orang lain. Kau sangat istimewa. Kau adalah karya terbaik yang pernah kubuat. Kau adalah diriku yang lain. Aku mencintaimu, putriku.

 

Bagian seru selain menonton kebakaran adalah menonton keributan.

 

Kau tak mengerti perasaan yang membuatmu bereaksi seperti ini. Kau juga tak tahu. Kau tak merasakan apa pun. Kau hanya bersuara. Seperti tong kosong.

 

“Jangan bertingkah seolah-olah kau tahu atau memahamiku. Jangan berkhayal. Bahkan hingga ajal menjemput, kau tak mengerti.

 

Di sebuah desa kecil, lahirlah seorang anak laki-laki. Dia memiliki kulit pucat dan mata besar. Saat anak itu bertumbuh besar, sang ibu segera menyadari bahwa anak laki-laki ini tak memiliki perasaan. Dia hanya memiliki nafsu makan, seperti zombi. Sang ibu mengurung anaknya di bawah tanah untuk menghindari penduduk desa. Setiap malam, sang ibu memberinya makan dengan hewan ternak yang dicurinya. Hari ini, dia mencuri ayam. Hari esoknya, dia mencuri babi. Dia melakukannya bertahun-tahun. Hingga suatu hari, wabah menyebar membuat semua hewan ternak mati. Banyak orang yang meninggal. Semua orang yang selamat pergi meninggalkan desa itu. Sang ibu tak bisa meninggalkan anaknya. Demi meredakan rasa lapar anaknya, sang ibu memberikan salah satu kakinya, kemudian salah satu tangannya. Setelah kaki dan tangannya, hanya tubuhnya yang tersisa. Sang ibu memeluk anak itu dan memberikan sisa tubuhnya." Dengan kedua tangannya, anak itu memeluk erat tubuh ibunya, dan berbicara untuk pertama kalinya. Ibu. Kau hangat sekali.

 

Menyiksa diri pun ada batasnya.



Episode 05

 

 


Comments